Rabu, 06 Agustus 2008

Gara-gara Rumput (Cerita-2)

Langit di Timur memerah saat fajar tiba. Di atas pagar, Jago mengepakkan sayap. “Kukuruyuuk...!” teriaknya membangunkan hewan di peternakan.

“Bangun semua. Jangan malas di hari yang indah ini! Banguuun...!”

Pagi itu Kakek Tulus sengaja tak pergi ke sawah, untuk memperbaiki kandang. Dibantu Suci cucunya yang cantik, ia memotong beberapa ruas bambu untuk mengganti kayu-kayu kandang yang rusak. “Asyiiik!” teriak Suci melihat kakeknya bekerja sambil bernyanyi mengikuti suara dari radio yang digantung di pagar. Hewan-hewan juga ikut tertawa senang. Siang hari, kandang baru telah selesai. Pekerjaan berat itu jadi ringan karena dikerjakan dengan santai.

“Kuuur...tu tu tu! teriak Kakek Tulus memanggil ternaknya. Hewan-hewan segera berlarian ke kandang. “Makan yang kenyang ya. Biar sehat,” kata Kakek Tulus sambil menaruh rumput segar untuk kerbau, kelinci dan dua kambingnya. Sedangkan Suci menabur biji jagung untuk ayam dan merpati.

Saat semua menikmati makanan. Tiba-tiba di pojok kandang Embik dan Gembul Kambing ribut, saling Lintarng. “Hei, makan yang baik!” bentak Kakek Tulus. Keduanya kembali tenang. Tapi ketika Kakek Tulus dan Suci meninggalkan kandang, dua kambing itu kembali bertengkar. Bahkan lebih hebat, mereka saling menanduk!

“Kamu merusak rumahku,” kata Cici Kelinci saat Gembul jatuh menimpa kandangnya, ditanduk Embik. Gembul bangkit dan berusaha membalas. Saat Embik menghindar, tanduk Gembul mengenai penyangga tempat tinggal Lintar si Merpati. “Berhentiii,” teriak Lintar. Karena tak digubris, Cici dan Lintar minta bantuan Bocil untuk melerai dua kambing itu. Dengan cepat Bocil memisah Embik dan Gembul dengan berdiri di tengahnya.

“Kenapa kamu berdua bertengkar?” tanya Bocil.

“Embik mengambil rumputku...!” jawab Gembul.

“Bukan, ia yang ngambil...!” kata Embik ketus.

“Kamu yang ngambil...,” balas Gembul.

“Kamu...!” teriak Embik.

“Sudah, diam! Biarkan aku berpikir,” kata Bocil.

Ketika melihat kandang kambing, Bocil tahu masalahnya. Kakek Tulus membuat hanya satu wadah rumput, sehingga mereka saling berebut rumput. “Aha, aku punya ide!” seru Bocil. Ia mengambil lidi dan papan yang terserak di kandang. Embik dan Gembul tegang, khawatir Bocil menghukum mereka. “Biar nggak berebut, kita bagi wadah rumput ini,” kata Bocil.

Dengan cekatan kerbau bijak itu membagi wadah dengan lidi sebagai alat pengukur. Setelah mendapat ukuran yang pas, ditengahnya diberi papan. “Embik hanya boleh makan rumput di kiri papan, dan Gembul di kanan papan,” jelasnya. Dua kambing itu setuju, dan senang dengan cara penyelesaian Gembul.

Embik dan Gembul menyesal atas pertengkaran tadi. Apalagi mereka saudara. Mereka pun minta maaf kepada teman-temannya, terutama Cici dan Lintar yang dirugikan. Malam itu mereka tidur berdampingan. Bahagia rasanya bisa rukun kembali.

Nasehat Kakek Tulus:

Anak-anakku, penting bagi kita untuk selalu memperhatikan hak-hak orang lain tanpa harus disertai perasaan menang atau kalah. Semuanya itu didasarkan pada rasa dan semangat keadilan.

Karya Kakak bersama rekan di KOKADO (Komunitas Kajian Dongeng) ini terangkum dalam buku ”Cerita dari Peternakan Kakek Tulus” yang diterbitkan oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)

Tidak ada komentar: