Rabu, 06 Agustus 2008

Akrobat Wortel (Cerita-5)

Kakek Tulus menambah rumah-rumahan di kandang untuk tempat tinggal Moli Monyet. Sejak ia berada di peternakan, banyak hewan ingin belajar akrobat. Salah satunya Cici Kelinci. Ia setiap hari belajar akrobat memutar tiga wortel di dua tangan. “Hup...hup...hup...!” serunya saat memutar wortel.

“Huuh, jatuh lagi...jatuh lagi,” kata Cici saat gagal.

“Nggak papa. Ulangi dan coba tirukan saya, tu wa ga,” kata Moli memberi contoh. Walau kelinci sering mengeluh, Moli tak bosan mengajari. Akhirnya, Cici mulai pintar berakrobat wortel.

Hari itu Cici pamer kepada Embik dan Gembul Kambing di kandang. Hewan yang lain sudah lama pergi mencari makan. “Teman, lihat nih...,” katanya mulai memutar wortel.

“Cici, kalau berakrobat di luar kandang,” kata Moli.

“Sebentar saja. Biar Embik dan Gembul tau, kalo aku sudah bisa,” jawab Cici.

“Iya...tapi di luar,” desak Moli.

“Empat putaran lagi Mol...,” kata-kata Cici terpenggal karena kakinya terpeleset genangan air.

Wortel-wortel di tangannya terpental. “Siuuut...prakk!” Tak disangka, wortel jatuh di tempat telur-telur ayam dan memecahkan satu telur. Semua hewan terbengong. “Yah...gimana nih?” tanya Cici bingung.

Moli tak menjawab, hanya garuk-garuk kepala. “Wah, Boni dan Jago Ayam pasti marah,” kata Embek. “Taji di kaki Jago kan tajam. Hiiih, takut!”

“Kamu bersembunyi saja, biar tak dimarahi Jago,” tambah Gembul.

Dari kejauhan terdengar Boni dan Jago balik ke kandang. Cici tubuhnya gemetar. Hewan lain turut kebingungan. Akhirnya Cici bersembunyi dan lainnya tetap di kandang, seolah tak terjadi apa-apa. Saat melihat telurnya pecah, Boni berteriak keras “Petok...petok...petok! Siapa memecahkan telurku!”

Mendengar itu Cici ketakutan. Hewan di kandang semua diam. “Yang memecahkan kamu ya Gembul? Atau Embik...atau kamu Moli?” tanya Jago marah.

“Kasihan teman-teman. Saya yang berbuat, mereka yang kena marah. Kalau saya diam, tentu berdosa. Kan saya yang salah,” kata Cici di tempat persembunyian.

“Hanyo siapa...!” kata Jago kepada hewan-hewan.

Dari balik tumpukan jerami, Cici keluar gemetaran. “Kenapa kamu?” bentak Jago.

“Ma-maaf, saya sal-salah. Saya yang memecahkan, bukan mereka...,” kata Cici terbata-bata. Sebelum bertindak, Boni membisiki Jago.

“Pak Jago dan Bu Boni...saya siap dihukum,” kata Cici tundukkan kepala.

Yang mengherankan, Jago tidak marah...tapi malah tersenyum. “Saya salut, kamu berani bersikap jujur. Kata Boni istriku, yang kamu pecahkan sebenarnya telur rusak atau tak bakal jadi anak ayam,” tutur Jago.

Cici hatinya senang. “Tapi kamu tetap salah, karena merusak barang hewan lain. Jadi, hukumanmu menyediakan makanan untuk Boni selama mengerami telur...?” kata Jago si ayam jantan.

Hewan-hewan lega. Cici bersyukur, karena kejujurannya ia tak dihukum berat. Tapi ia berjanji, tidak akan bermain di dalam kandang lagi dan mematuhi anjuran teman.

Nasehat Kakek Tulus:

Setiap manusia tidak lepas dari kesalahan dan kekurangan. Menjunjung tinggi kejujuran apa pun resikonya adalah perbuatan yang mulia.

Karya Kakak bersama rekan-rekan KOKADO (Komunitas Kajian Dongeng) ini terangkum dalam buku ”Cerita dari Peternakan Kakek Tulus” yang diterbitkan oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)

Tidak ada komentar: